Sabtu, 24 September 2011

PARADIGMA KEBIJAKAN HUKUM PASCA REFORMASI

 


 

 

 

 

 

 

 

 


ISBN: 000--
Kode Buku:
Harga: Rp. 90.000.-
Pengarang: Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H.
Penerbit: PT. SOFMEDIA


Deskripsi:
TUTUR PEMANGKAL
Politik Hukum adalah salah satu subsistem di dalam “sistem manajemen (pengelolaan) kehidupan nasional” kita, sekaligus sebagai subsistem dari ”politik nasional.”
Konsekwensi kesisteman ini, ialah bahwa Politik Hukum (legal policy) itu tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling berkait bahkan saling mempengaruhi di antara semua sub-subsistem kehidupan bangsa dan negara ini.
Sebagai konsekwensi lanjut dari disiplin kesisteman yang demikian, maka semua “aktor perumus kebijakan dan pelaku kekuasaan (political decision maker and executive board) di negara ini, hendaknya eksis secara bersama-sama dan kerjasama selaras dan proporsional dengan aturan main (spelregels) yang disepakati dalam satu bingkai sistem kenegaraan dan pemerintahan secara paradigmatik.
Harmoni dan proporsionalitas dalam konteks kerjasama antar penguasa dan kekuasaan ini, merupakan “conditio sine qua non”, jika ingin menikmati suatu sistem yang stabil, solid, dan efective.
Sampai hari ini, pada umumnya semua, baik yang merasa turut dalam sistem kekuasaan, maupun pihak masyarakat ramai, mengatakan bahwa kita sedang dalam arus reformasi; meskipun masih dipandang perlu dipertanyakan, apakah gerakan reformasi tadinya hanya sekedar melengserkan dan merombak satu rejim, ataukah reformasi itu datang dengan konsep yang siap sedia untuk systeem en machtshervorming (pembaruan sistem dan kekuasaan) sebagai perbaikan total sistem kenegaraan dan pemerintahan di tanah air ini.
Pada tahun 1999, yakni di saat arus politik gerakan reformasi mulai bergelora, MPR RI, sebagai Lembaga Negara Tertinggi menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara; Broadlines of the State Policy) sebagai Induk Kebijakan Publik (public policy), yang bermuatan luas meliputi semua bidang dan sektor pembangunan nasional, termasuk Bidang HUKUM, yang kemudian berlanjut dengan rincian rencana pelaksanaannya dengan Konsep Repelita (Rencana Pembangunan Nasional Lima Tahunan)
GBHN tersebut, adalah produk politik secara resmi dan transparan dari pihak MPR, yang dapat dibaca secara terbuka oleh semua orang, dan dapat diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia (internasional), sehingga orang-orang di negara-negara lainpun tahu bagaimana kondisi penegakan hukum di tanah air kita.
Secara tidak tanggung-tanggung atau tedeng aling-aling, MPR dengan sikap terbuka mengemukakan “perkiraan keadaan di Bidang Hukum” dan diiringi dengan “Konsep arah Kebijakan”
Dari GBHN itu kami citeer sebagai beberapa butir evaluasi sebagai berikut:
  • Di bidang hukum, terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan, namun di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalitas aparat hukum, kesadaran hukum, sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat diwujudkan,
  • Tekad untuk memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai dengan tuntutan reformasi seperti Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), serta kejahatan ekonomi keuangan dan penyalahgunaan kekuasaan belum mengikuti langkah-langkah nyata dan kesungguhan pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan hukum,
  • Terjadinya campurtangan dalam menerapkan hukum, dan mafia dalam proses peradilan, serta tumpang tindih dan kerancuan hukum mengakibatkan terjadinya krisis hukum,
  • Kondisi hukum yang demikian mengakibatkan perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih memperihatinkan yang terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan,
  • Pembangunan di bidang Pertahanan dan Keamanan, telah menunjukkan kemajuan, meskipun masih mengandung kelemahan,
  • Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur TNI dan POLRI melemah, antara lain, karena digunakan sebagai alat kekuasaan, rasa aman dan ketenteraman masyarakat berkurang, terjadi kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran Hukum dan HAM.
Demikianlah “monitoring dan evaluasi” terhadap perkembangan Hukum, khususnya “law enforcement” menurut MPR RI dalam GBHN RI, lebih kurang “satu dasawarsa yang lalu.”
Kemudian, sudah bagaimana situasi dan kondisi sekarang ini, sesudah lebih kurang sebelas tahun reformasi berlangsung?

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar