Sabtu, 24 September 2011

Community Policing: Diskresi Dalam Pemolisian Yang Demokratis

ISBN: 0
Kode Buku:
Harga: Rp. 60.000,-
Pengarang: Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum & Andi Sujendral, SH., M.H
Penerbit: PT. SOFMEDIA


Deskripsi:
               N egara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kepada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan atas hukum. Di dalam sistem tersebut terdapat segala bentuk kebijakan dan tindakan aparatur penyelenggara negara yang juga harus berdasar atas hukum, tidak semata-mata berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara negara itu sendiri.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Konsep teori ini merupakan adanya kompromi antara hukum yang tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum, demi adanya kepastian hukum dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan mayarakat dalam pembentukan dan orientasi hukum. Pembentukan hukum yang didasarkan pada kaedah hukum haruslah memperhatikan akibat hukum dari penerapan suatu ketentuan hukum positif yang mengarah pada suatu pencapaian kepastian hukum, oleh karenanya pembentukan hukum dalam kerangka pembangunan hukum di Indonesia (law making) haruslah menyelaraskan dan memeperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Negara Indonesia bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi segenap rakyatnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, dibentuklah suatu institusi atau lembaga negara yang bertugas memberikan perlindungan kepada masyarakat, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang telah diatur dalam UUD 1945 dalam BAB XII Tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Di Pasal 30 ayat 4 UUD’45 dinyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia venture to say will always be, to be a countervailing force to adalah merupakan sebuah landasan yuridis yang mengatur tentang keberadaan POLRI dalam sistem negara Indonesia. Kedudukan polisi sebagai alat negara memberikan paradigma baru dalam pelaksanaan tugas operasional Kepolisian di Indonesia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), sebagai bagian dari institusi negara yang berfungsi dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, yang dalam membangun dirinya harus selalu selaras dengan agenda pembangunan nasional yang memuat Visi, Misi, Strategi Pokok Pembangunan, Kebijakan dan Sasaran serta Program dan Kegiatan.
Proses reformasi Polri telah menampakkan hasil pada aspek struktural dan instrumental yang memantapkan kedudukan dan susunan Polri dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, serta semakin mengemukanya paradigma baru sebagai polisi yang berwatak sipil (Civilian Police), sementara itu, pembenahan aspek kultural masih berproses, antara lain melalui: pembenahan kurikulum pendidikan, sosialisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya, dan Kode Etik Profesi untuk mewujudkan jati diri Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, walaupun masih ditemukan sikap perilaku anggota Polri yang belum sepenuhnya mencerminkan jati diri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Theo Huijbers menguraikan tiga tujuan hukum sebagai: pertama, memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, kedua, menjaga hak-hak manusia, ketiga, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama.
Di dalam menjalankan tugasnya, Polisi diberi wewenang "diskresi" sebagai parameter kebijakan untuk menyeimbangkan dua kepentingan berbeda dalam kehidupan masyarakat. Diskresi demi kepentingan umum dapat dilakukan pada saat berdinas dan di luar jam dinas dengan pendekatan akuntabilitas, integritas, dan tetap dalam bingkai hukum. Agar masyarakat merasa aman, tidak boleh ada konflik yang lepas dari pantauan polisi dan persoalan kecil tidak boleh sendiri. nya berkembang menjadi besar. Setiap personel polisi berwenang mengambil keputusan sendiri yang tidak boleh ditunda-tunda.
Diskresi, sebagai keputusan yang lebih bertitik tolak pada kecerdasan dan keluhuran nurani, merupakan kebijaksanaan yang layak diapresiasi. Diskresi menjadi indikasi bahwa dalam operasi- operasinya, Polri tidak melulu menjadikan pedoman normatif sebagai satu-satunya rujukan. Diskresi semakin patut dikedepankan, terlebih manakala aturan-aturan legal nasional masih tertatih-tatih dalam beradaptasi dengan segala problematika di Indonesia. Dalam kondisi itulah, diskresi diharapkan mampu mengubah status Indonesia, yang selama ini dinilai banyak kalangan telah menjadi ajang korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar