Kamis, 03 Maret 2011

Sejarah Batak

 

Feedback

Setiap buku terutama yang berkaitan dengan sejarah pasti selalu mendapatkan koreksi. Hal ini terjadi mengingat sejarah bagi setiap orang mempunyai ceritanya sendiri-sendiri.
Cerita yang diterima oleh setiap orang tentu akan berbeda dengan orang lainnya. Biasanya hal itu terjadi oleh berbagai faktor. Perbedaan yang paling utama terjadi karena perbedaan  pengetahuan dan informasi. Berikut,  salah satu Feedback yang dilakukan saudara Lukman Gultom untuk buku Raja Batak.
Feedback ini terjadi melalui pesan singkat yang diterima oleh penulis Raja Batak, Sadar Sibarani.
- Sdr. Sadar, sekiranya ditanya siapakah Sadar Sibarani? Apakah ada sebagus MO Parlindungan atau jauh lebih buruk? Dalam hal pemahaman tarombo Raja-Raja Batak dan konflik.
+ Saya sangat berterimakasih atas segala kritik, pendapat dan opini.
- Mengapa perjanjian Raja-raja Toba diadakan di Janjiraja? Dan setelah menghancurkan Muara, berapa kali Raja Sisingamangaraja kel. Sumba menyerang kel. Ilontungon di Samosir?
Catatan: Dihubungi langsung ke nomor yang bersangkutan dan menanyakan identitas sekaligus bertanya apakah sudah pernah membaca buku karya MO Parlindungan dijawab oleh Lukman, belum.
+ Bagaimana mungkin membandingkan dua buku karya dua orang yang berbeda, kalau Anda sendiri belum membacanya.
- Cap Sisingamangaraja kan: Ahu Raja Sisingamaraja Mian di Bakkara. Tidak sama dengan yang Amang bilang adalah Raja Batak artinya ada raja lain di Batak yang bukan dalam naungannya.
+ Ada banyak Raja Batak, lebih jelasnya baca nanti dalam cetakan ke-3 yang akan beredar dalam waktu dekat.
- Tapi uraian Amang isinya politis dan diplomatis untuk versi Balige dipoles dan versi Raja Sariburaja dilecehkan terutama Raja Lontung.
+ Seingat saya tidak ada kalimat yang melecehkan siapapun dalam buku tersebut. Kalau ada tolong bantu saya tertulis di halaman berapa dan bagaimana bunyi kalimatnya. Dan perlu Anda ketahui penerbit buku tersebut dan begitu pula editornya adalah turunan Raja Lontung. Kalau ada kalimat yang melecehkan (Raja Lontung) sudah pasti mereka yang lebih dulu protes.
- Mungkin yang Amang lobi untuk penerbit dan editornya bukan orang yang paham dan kritis tentang tarombo Raja-Raja Batak.
+Jangan berburuk sangka, untuk jelasnya coba baca apa kata penerbitnya dalam buku tersebut.
Diterbitkan di: on April 2, 2007 at 2:53 am  Tinggalkan sebuah Komentar  

Apa sih Raja Batak Itu?

Berikut, salah satu review mengenai buku Raja Batak. Review dibuat oleh Wahyu Sibarani, wartawan Harian Seputar Indonesia. Kebetulan juga merupakan anak dari penulis Raja Batak, Sadar Sibarani.
Apa Sih Raja Batak Itu? 
Membuat sebuah buku secara independent tentu tidak mudah. Hal itu sudah dibuktikan sendiri oleh seorang penulis bernama Sadar Sibarani. Eks wartawan, die hard wannabe politicus, dan paling utama bapak saya ini, telah merasakan betul betapa susahnya menerbitkan sebuah buku dengan kerja kerasnya sendiri.
Proses kerja keras dan semangat yang terkandung di dalam buku ini lah yang membuat buku setebal 302 halaman ini jadi sangat istimewa.
Buku ini dikerjakan sejak saya masih berada dalam kandungan mama saya hingga kemarin berhasil dicetak melalui perusahaan percetakan setelah saya sudah berumur 26 tahun.
Proses pembuatan buku ini memang mengalami banyak metamorfosis. Dari sekedar dijilid oleh warung foto copy pinggiran dekat rumah saya hingga kemarin bisa dipermak dengan baik oleh perusahaan percetakan yang juga masih kelas pinggiran.
Meski pinggiran, semangat yang diusung oleh bapak berumur 66 ini memang sangat luar biasa. Niatan lelaki yang pernah menjadi salah satu Ketua Umum Partai Politik yang gagal ikut berpartisipasi dalam Pemilu 2005 ini memang mulia.
Keinginannya cuma satu yakni mengenalkan khasanah Batak kepada masyarakat Indonesia umumnya dan secara khusus bagi orang-orang Batak yang ada di mana saja. Sampai saat ini memang saya bisa akui sendiri bahwa buku-buku yang membahas tentang suku Batak memang tidak banyak.
Padahal, banyak hal menarik yang bisa dikupas mengenai suku Batak. Mulai dari perbedaan antara Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing dan sebagainya. Hingga yang paling menggelitik adalah siapa jati diri sesungguhnya dari Raja Batak itu.
Semua hal yang saya sebutkan di atas terjawab tuntas dalam buku ini. Buku ini berhasil mengenalkan kepada masyarakat siapa kah Raja Batak itu.
Melalui buku ini, Raja Batak, ternyata bukanlah seorang Raja yang saya pernah bayangkan dulu. Seorang Raja yang meneruskan banyak keturunan bagi orang-orang Batak. Raja Batak yang diperkenalkan dalam buku ini justru lebih luas lagi.
Raja Batak adalah orang-orang Batak yang berhasil memberikan sumbangsih bagi orang-orang Batak. Tidak heran kalau Raja Batak dalam buku ini pantas disebutkan kepada orang-orang luar negeri seperti Nommensen, hingga orang Batak yang sering kita kenal dari Si Singamangaraja hingga Jenderal AH Nasution.
Buku ini dituliskan dengan cara yang sangat sederhana bahkan kebanyakan dituliskan dengan gaya bertutur. Cerita-cerita, mitos hingga legenda yang terjadi di Tanah Batak terangkum dengan baik di buku ini.
Hanya saja buku ini memang sedikit banyak mengalami kekurangan dalam tata bahasa dan kerapihan struktur halaman. Hal ini bisa dianggap wajar mengingat buku ini dikerjakan melalui waktu yang sangat panjang, dikerjakan secara independent dan penulisnya juga makin tua usianya.
Yang pasti, secara pribadi buku ini adalah buku yang benar-benar sangat istimewa bagi saya. Selain karena buatan bapak saya sendiri, membaca buku ini membuat saya tergerak mempelajari apa sebenarnya Batak itu.
Sumber: http://misery-land.blogspot.com/2006/10/apa-sih-raja-batak_19.html
 

Raja Batak

Siapakah sesungguhnya Raja Batak itu ? Dalam buku tarombo Batak, khususnya puak Toba, nama ini akan senantiasa ditemukan. Nama Raja Batak tetap berada di puncak sebagai leluhur puak Batak (Toba). Akan tetapi, apabila kita simak suatu skema indah yang diciptakan oleh O.H. Sihite Panderaja (1941) dalam bentuk pohon beringin (baringin tumbur jati), diperlihatkan bahwa kakek Raja Batak adalah Ompu Raja Ijolma dan anaknya adalah Raja Domia. Anak Raja Domia adalah Sori Mangaraja (Raja Batak). Sesudahnya, kita temukan nama Sisiak di Banua, lalu kembali muncul nama Sori Mangajara. Setelah itu, dibawahnya ada nama Sinambeuk, yang anaknya kembali bernama Raja Batak.
Raja Batak yang merupakan anak Sinambeuk inilah yang digambarkan dalam setengah lingkaran dan mempunyai dua orang putera, yaitu Ompuntuan Doli dan Raja Sumba.  Ompuntuan Doli berputera Guru Tatea Bulan, sedangkan Raja Sumba berputera Tuan Sori Mangaraja. Dalam Skema itu terlihat bahwa Raja Batak yang pertama adalah Sori Mangaraja. Sebelum nama Raja Batak yang tercatat dalam tarombo sebagai leluhur orang Batak, masih ada Sori Mangaraja lain, yang merupakan kakek (ompung) Raja Batak. Begitu pula, dalam buku Pustaha Tumbaga Holing, karya Raja Patik Tampubolon, disebutkan bahwa masih ada lagi beberapa generasi dibawah Sori Mangaraja, barulah kemudian muncul nama Raja Batak sebagai leluhur puak Batak di Toba.

Buku : RAJA BATAK, tulisan Sadar Sibarani

Raja Batak : Dari Sori Mangaraja dan Tuanku Rao hingga pasca I.L Nommensen
: Ev. John B. Pasaribu, M.Sc. Ph.D
Buku ini mengungkapkan berbagai fakta dan data faktual. Sadar Sibarani memilih judul buku dengan cerdik, karena kecintaannya  pada bangsa dan negara, bukan hanya pada Batak saja, sehingga isi bukunya sarat dengan pesan yang didasarkan pada fakta.
Sadar Sibarani, sebagai pelaku sejarah pada masanya, menyajikan tulisannya dengan suguhan yang bervariasi . Sumbernya berurutan mulai dari cerita yang didengar serta digali, hingga pengalaman hidupnya sendiri pada era kemerdekaan, masa orde baru ketika reformasi bergaung hingga era pemulihan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar